Senin, 21 Mei 2012




A. Pendahuluan
Enzim dan Koenzim
Enzim adalah polimer biologik yang mengkatalisis reaksi kimia
yang berlangsung dalam tubuh. Sebagian besar enzim merupakan
protein globuler yang terlarut dalam larutan tubuh seperti sitoplasma
atau cairan tubuh lainnya, lain daripada itu, dengan kemajuan ilmu dan
teknologi telah banyak diidentifikasi bahwa banyak molekul RNA yang
ternyata juga berperan sebagai enzim. Tidak semua protein dalam
tubuh adalah enzim. Untuk dapat dikatakan sebagai enzim, protein
tersebut harus memiliki kemampuan untuk mengkatalisis reaksi kimia.
Banyak penyakit yang berkaitan dengan defek pada enzim
seperti kekurangan jumlah atau aktivitas katalitik enzim-enzim kunci.
Hal ini dapat disebabkan karena kelainan genetic, kekurangan gizi
atau toksin. Glycogen storage disease (GSD) merupakan contoh dari
banyak kasus penyakit yang berkaitan dengan enzim. Glycogen
storage disease merupakan penyakit herediter yang disebabkan oleh
gangguan metabolism glikogen. Insidensi dari penyakit ini adalah
berkisar antara 1:20.000-43.000 kelahiran hidup. Terdapat 12 tipe dari
GSD yang pembagiannya didasarkan pada defisiensi enzim dan organ
target dari defisiensi tersebut. Secara primer, GSD akan menyerang
hepar, otot atau keduanya dengan gambaran klinik hepatomegali,
gangguan dalam pertumbuhan, hipoglikemia, hiperlaktasemia,


hiperurisemia, dan hiperlipidemia. Gambaran klinik tersebut tergantung
dari organ yang mengalami kerusakan akibat timbunan glikogen dalam
organ tersebut.

B. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry and Molecular Biology
(IUBMB) mengklasifikasi enzim berdasarkan tipe reaksi yang
dikatalisisnya. Berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis itu, enzim
dibagi menjadi 6 kelas dan masing-masing kelas terbagi lagi menjadi
subkelas (4-13 subkelas) dan dari subkelas dibagi lagi menjadi
subsubkelas. Adapun keenam kelas enzim antara lain : 
1. Oksidoreductase
• Mengkatalisis oksidasi dan reduksi
• Contoh : alcohol dehidrogenase (EC1.1.1.1)
2. Transferase
• Mengkatalisis pemindahan gugus seperti : Glikosil, Metil,
fosforil, aldehid dan keton.
• Contoh : ATP (D-heksosa-6-fosfotransferase/heksokinase)
(EC2.7.1.1)
3. Hidrolase
• Mengkatalisis pemutusan hidrolitik dalam ikatan C-C, C-O, C-N
dan ikatan lain.
• Contoh : Beta-Galaktosidase (EC3.2.1.23)


4. Liase
• Mengkatalisis pemutusan ikatan C-C, C-O, C-N, dan ikatan lain
dengan eliminasi atom yang menghasilkan ikatan rangkap.
• Contoh : Fumarat hidratase (Fumarase) (EC4.2.1.2)
5. Isomerase
• Mengkatalisis perubahan geometric atau structural di dalam
satu molekul.
• Contoh : triosafosfat isomerase (EC5.3.1.1)
6. Ligase
• Mengkatalisis penyatuan dua molekul yang dikaitkan dengan
hidrolisis ATP.
• Contoh : Asetil-KoA-karboksilase (EC6.4.1.2)

C. Sistem Penamaan (Nomenklatur) Enzim
Untuk kepentingan penelitian, penamaan enzim didasarkan
pada ketentuan yang disepakati dalam IUBMB, dengan mengadopsi
sebuah system yang kompleks namun tidak meragukan bagi
peristilahan enzim yang berdasarkan mekanisme reaksi. Walaupun
telah ditetapkan aturan tersebut, nama lazim (yang biasanya lebih
pendek) dari enzim juga sering digunakan dalam buku ajar dan
laboratorium klinik.




Adapun ketentuan itu adalah :
1. Reaksi dan enzim yang mengkatalisisnya membentuk enam kelas,
dan masing-masing kelas mempunyai 4 hingga 13 subkelas.
2. Nama enzim terdiri atas 2 bagian. Nama pertama menunjukkan
substratnya. Nama kedua, yang berakhir dengan akhiran –ase,
menyatakan tipe reaksi yang dikatalisis.
3. Informasi tambahan, bila diperlukan untuk menjelaskan reaksi,
dapat dituliskan dalam tanda kurung di bagian akhir; misalnya
enzim yang mengkatalisis reaksi L-malat + NAD
NADH + H
+
 diberi nama 1.1.1.37 L-malat:NAD
(dekarboksilasi)
+
 = piruvat + CO
+
2
 oksidoreduktase
4. Setiap enzim mempunyai nomor kode (EC) yang menandai tipe
reaksi berkenaan dengan kelas (digit pertama), subkelas (digit
kedua) dan subsubkelas (digit ketiga. Digit keempat adalah untuk
enzim spesifik.
Contoh :
EC1.1.1.1 (Alkohol dehidrogenase) menyatakan kelas pertama
(oksidoreductase) subkelas pertama (-C-OH sebagai donor
electron) subsubkelas pertama (NAD (P)
electron)
+
 sebagai akseptor
EC2.7.1.1 (ATP:D-Heksosa-6-fosfotransferase (heksokinase)
menyatakan kelas 2 (transferase) subkelas 7 (pemindahan gugus
 +


yang mengandung fosfor) subsubkelas pertama (menunjukkan
gugus –CH-OH sebagai akseptor.

D. Gugus Prostetik, Kofaktor dan Koenzim
Merupakan molekul organik non protein atau molekul anorganik
(ion) yang dapat dibutuhkan secara langsung dalam mengkatalisis
atau pengikatan substrat. Disebut gugus prostetik bila terintegrasi erat
ke dalam struktur enzim dan tidak dapat dilepaskan dari enzim tanpa
merusak enzim. Kofaktor hanya berikatan secara transien dan mudah
terlepas dengan enzim atau substrat. Koenzim berfungsi sebagai
pengangkut atau bahan pemindah gugus.
Sebagian besar koenzim, kofaktor dan gugus prostetik
merupakan turunan dari vitamin B. selain vitamin B, beberapa koenzim
mengandung gugus adenine, ribose, dan fosforil AMP atau DMP.
Contoh dari kofaktor, koenzim dan gugus prostetik antara lain :
o Pyridoksal fosfat untuk aktivitas enzim transaminase
o Ion zinc untuk aktivitas enzim karboksipeptidase
o NAD (P) untuk aktivitas enzim alcohol dehydrogenase.






E. Mekanisme Kerja Enzim

Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap
pertama, enzim (E) bergabung dengan substrat (S) membentuk
kompleks enzim substrat (E-S). tahap kedua, kompleks enzim-substrat
terurai menjadi produk dan enzim bebas.
Terdapat dua model yang diusulkan pada kegiatan enzim dalam
mempengaruhi substrat sehingga diperoleh zat hasil, yaitu model kunci
dan anak kunci, dan model induced fit.
Pada model kunci dan anak kunci, substrata tau bagian substrat
harus mempunyai bentuk yang sangat tepat dengan sisi katalitik
enzim. Substrat ditarik oleh sisi katalitik enzim yang cocok untuk
substrat tersebut sehingga terbentuk kompleks enzim substrat.








Pada model induced fit, lokasi aktif beberapa enzim mempunyai
konfigurasi yang tidak kaku. Enzim berubah bentuk menyesuaikan diri
dengan bentuk substrat setelah terjadi pengikatan. Jadi, tautan yang


cocok pada keduanya dapat diinduksi ketika terbentuk kompleks
enzim-substrat.









F. Kinetika Enzim
Laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dipengaruhi oleh :
1. Suhu
Suhu rendah yang mendekati titik beku biasanya tidak
mersuak enzim. Pada suhu dimana enzim masih aktif, kenaikan
suhu sebanyak 10oC menyebabkan keaktifan menjadi 2 kali lebih
besar sehingga akan meningkatkan laju reaksi sampai suatu titik
yang melebihi hambatan energi untuk merusak interaksi
nonkovalen yang mempertahankan struktur tiga dimensi enzim,
yang kemudian akan menguraikan rantai polipeptida enzim dan
akhirnya mengalami denaturasi, disertai hilangnya kemampuan
katalitik enzim. Enzim akan bekerja dengan baik pada suhu


optimum. Di dalam tubuh manusia enzim akan bekerja optimum
pada suhu sekitar 37oC.
2. Konsentrasi ion hidrogen (pH)
Karena terdapat komponen asam dan basa dalam protein
penyusun enzim, aktivitas enzim sangat tergantung terhadap pH.
Sebagian besar enzim intrasel memperlihatkan aktivitas optimal
pada nilai pH antara 5 dan 9. Hubungan aktivitas dengan
konsentrasi ion hidrogen mencerminkan keseimbangan antara
denaturasi enzim pada pH tinggi atau rendah.
3. Konsentrasi substrat mempengaruhi laju reaksi
Untuk suatu enzim tipikal, peningkatan konsentrasi substrat
akan meningkatkan kecepatan awal, hingga tercapai nilai
maksimal, jika peningkatan lebih lanjut, konsentrasi substrat tidak
meningkatkan kecepatan awal, enzim dikatakan “jenuh” oleh
substrat.
Persamaan Michaelis-Menten & Hill menggambarkan efek
konsentrasi substrat.
Vi = Vmaks [S] / Km + [S]
Km : Konstanta Michaelis, adalah konsentrasi substrat dengan Vi
adalah separuh dari kecepatan maksimal (1/2 Vmaks) yang dapat
dicapai pada konsentrasi terntentu dari enzim.
Ada tiga kondisi :


a. Harga konsentrasi substrat jauh lebih kecil daripada harga Km,
maka kecepatan reaksi awal berbanding lurus dengan
konsentrasi substrat.
b. Harga konsentrasi substrat jauh lebih besar dari harga Km,
maka kecepatan reaksinya adalah maksimal dan tidak
dipengaruhi oleh peningkatan lebih lanjut dari konsentrasi
substrat.
c. Harga konsentrasi substrat sama dengan harga Km, maka
kecepatan awal adalah separuh dari Vmaksimal.
4. Konsentrasi enzim
Kecepatan reaksi enzim berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim. Makin besar jumlah enzim makin cepat
reaksinya. Konsentrasi enzim tidak mempengaruhi harga Keq
(suatu rasio berbagai konstanta laju reaksi, dapat dihitung dari
konsentrasi substrat dan produk pada keseimbangan.
5. Inhibitor.
Inhibitor dapat bersifat reversible maupun irreversibel,
inhibitor reversible akan membentuk suatu kompleks dinamik yang
dapat terlepas dari enzimnya, sedangkan inhibitor yang irreversible
akan memodifikasi enzim secara kimiawi. Modifikasi ini umumnya
melibatkan pembentukan atau pemutusan ikatan kovalen dengan
residu aminoasil yang esensial untuk mengikat substrat, katalisis
atau mempertahankan konformasi fungsional enzim.


Suatu enzim yang telah terikat oleh inhibitor irreversible
(misalkan atom logam berat atau reagen pengasil) biasanya tidak
dapat kembali ke bentuk semula.
Inhibitor reversibel dapat bersifat :
1. Inhibitor kompetitif, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berikatan dengan bagian dari tempat aktif yang mengikat
substrat dan menghambat akses ke substrat.
b. Struktur kimianya cenderung mirip dengan struktur kimia
substrat. Diistilahkan sebagai analog substrat.
c. Dapat terbentuk kompleks enzim-substrat dan kompleks
enzim-inhibitor
d. Peningkatan konsentrasi substrat akan mengatasi inhibisi,
sebab terikatnya substrat pada enzim, menghilangkan enzim
bebas yang tersedia untuk mengikat inhibitor, seberapa
besar konsentrasi substrat perlu ditingkatkan untuk
mengatasi inhibisi secara total bergantung pada konsentrasi
inhibitor yang ada.
e. Misalkan malonat merupakan inhibitor kompetitif terhadap
aktivitas enzim suksinat dehindrogenase, sebagai substrat
adalah suksinat dan sebagai produk adalah fumarat.
f. Inhibitor kompetitif tidak berefek pada harga Vmaks, tetapi

meningkatkan harga Km.
10 

2. Inhibitor nonkompetitif, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi pengikatan
substrat
b. Dapat terbentuk kompleks enzim-inhibitor dan kompleks
enzim-inhibitor-substrat
c. Inhibitor nonkompetitif mengikat enzim dibagian yang
berbeda dengan bagian yang mengikat substrat.
d. Umumnya tidak memiliki kesamaan dengan struktur kimia
substrat
e. Inhibitor nonkompetitif menurunkan harga Vmaks
f. Inhibitor nonkompetitif tidak mempengaruhi harga Km.
3. Inhibitor uncompetitive, mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :
a. Tidak dapat membentuk kompleks enzim-inhibitor
b. Hanya terikat pada kompleks enzim-substrat, maka yang
terbentuk adalah enzim-substrat-inhibitor kompleks
c. Tidak aktif pada konsentrasi substrat yang rendah.

G. Denaturasi Enzim
Enzim sebagian besar tersusun oleh protein, sehingga enzim
juga memilik sifat-sifat dari protein yaitu dapat terdenaturasi oleh
karena pengaruh lingkungan. Denaturasi protein dapat muncul
dibawah pengaruh dari lingkungan fisik, seperti suhu tinggi, tingkat
keasaman dan tekanan tinggi. Proses denaturasi akan menyebabkan
11 

kerusakan pada struktur sekunder, tersier dan kuartener dari protein
tersebut, tetapi kadang tidak untuk struktur primernya. Sehingga
denaturasi protein dapat bersifat reversibel maupun irreversibel.
Denaturasi bersifat reversibel apabila struktur primer pada protein
tersebut tidak mengalami perubahan, sedang bersifat ireversibel jika
protein mengalami kerusakan sampai tingkat struktur primernya. 
Beberapa protein yang terdenaturasi, dapat mengalami
pelipatan kembali secara spontan dengan diikuti restorasi dari aktivitas
biologiknya. Ied Anfinsen mengemukakan bahwa struktur primer dari
polipeptida sudah cukup untuk mengarahkan proses pelipatan kembali.
Untuk proses renaturasi ini selain dibutuhkan struktur primer yang utuh
dari protein penyusun enzim tersebut, juga dibutuhkan protein aksesori
lain seperti protein sidulfid isomerase, propyl cis-trans isomerase dan
chaperonin untuk mempercepat preses pelipatan kembali tersebut.

H. Faktor yang mempengaruhi jumlah enzim
1. Biosintesis
Biosintesis enzim merupakan suatu proses kompleks yang
melibatkan proses di inti sel dan disitoplasma. Adanya gangguan
dalam biosintesis tersebut, mengakibatkan adanya perubahan
efektifitas dalam pembentukan enzim yang akan berdampak jumlah
enzim dapat berlebih atau berkurang.

12 

2. Katabolisme
Setelah disintesis, enzim yang tidak akan mengalami
metabolism, yakni akan dihancurkan menjadi komponen
penyusunnya yang akhirnya akan dikeluarkan. Peningkatan
pengrusakan atau penghancuran enzim yang dapat disebabkan
oleh kelainan internal atau eksternal akan berpengaruh pada
jumlah enzim.
3. Mutasi
Mutasi pada gen pengkode protein enzim akan
menyebabkan gangguan sintesis enzim. Gangguan tersebut dapat
bersifat parsial, atau penuh. Gangguan bersifat parsial berarti tubuh
masih mampu mensintesis enzim tetapi jumlahnya berkurang.
Sedang bersifat penuh apabila tubuh sama sekali tidak dapat
mensintesis enzim.
4. Represi, derepresi dan inducer
Dalam menjalankan fungsinya enzim akan diatur oleh
protein lain agar jumlahnya dalam batas fisiologis. Proses tersebut
dikenal dengan homeostasis. Homeostasis melibatkan protein
repressor maupun inducer yang akan bekerja secara seimbang.
Adanya ketidak seimbangan dalam pengaturan tersebut maka akan
mengakibatkan ketidakseimbangan jumlah enzim. Apabila jumlah
protein inducer lebih tinggi dibandingkan dengan protein repressor
maka jumlah enzim akan meningkat begitu juga sebaliknya.
13 


I. Spesifitas Enzim
Enzim biasanya sangat spesifik dalam aksinya. Spesifitas dari
substrat merupakan spesifitas yang paling sering ditemukan seperti,
urea dipercaya merupakan satu-satunya substrat untuk enzim urease,
demikian juga suksinat untuk enzim succinate dehydrogenase.
Beberapa kespesifikan yang dimiliki oleh enzim antara lain :
1. Kespesifikan geometrik
2. Kespesifikan reaksi
Tiap enzim akan mengkatalisis reaksi yang berbeda-beda.
Berdasarkan kespesifikan reaksinya, enzim diklasifikasikan menjadi
6 kelas oleh IUBMB.
3. Kespesifikan optik.
Enzim hanya dapat mengkatalisis salah satu pasangan
isomer optic suatu substrat. Misalnya, arginase hanya mampu
mengkatalisis hidrolisis L-arginin menjadi ornitin dan urea, tetapi
tidak mampu mengkatalisis D-arginin.
4. Kespesifikan organella
Dalam sel, enzim terdapat diberbagai macam organelle. Hal
ini penting dan berkaitan dengan tempat kerja enzim tersebut.
Sebagai contoh enzim yang digunakan untuk siklus asam sitrat
berada dalam mitokondria sedangkan enzim untuk proses glikolisis
berada dalam sitoplasma.
14 

Distribusi enzim di berbagai macam organelle ini dapat
dipelajari dengan melakukan fraksinasi yang dilakukan dengan
pemusingan dengan kecepatan tinggi. Penentuan lokasi enzim juga
dapat dilakukan dengan pemeriksaan histokimia dengan
menggunakan sayatan jaringan yang dibekukan (frozen section)
kemudian diproses dengan substrat untuk suatu enzim tertentu.
Jika enzim tersebut ada, maka akan terbentuk produk dari substrat.

J. Macam-macam Bentuk Enzim
1. Proenzim
Merupakan bentuk enzim yang inkatif. Untuk dapat menjadi
aktif proenzim akan mengalami proses dengan pembuangan dari
sebagian kecil strukturnya. Pembuangan tersebut merupakan
proses yang irreversibel. Proenzim sering disebut juga dengan
zimogen.
2. Isozim
Isozim merupakan bentuk enzim berbeda yang
mengkatalisis reaksi kimia yang sama. Isozim ini berasal dari
duplikasi gen. isozim dapat memperlihatkan perbedaan ringan
dalam sifat seperti sensitivitas terhadap factor regulatorik tertentu
atau afinitas substrat yang mengadaptasikan isozim ke jaringan
atau lingkungan tertentu.

15

1 komentar:

  1. Betway Casino & Resort - Kansas City - JTM Hub
    Welcome to our Betway Casino 삼척 출장안마 & Resort in 광주광역 출장마사지 Kansas City! 충청남도 출장마사지 It's your lucky day! The Betway 성남 출장샵 Experience is here to ensure that you never 보령 출장샵 miss a

    BalasHapus